Olah Fosfat: Sequencing Batch Reactor
IPAL Rumah Sakit
Selain sungai, badan air yang potensial dijadikan air baku bagi PDAM adalah waduk seperti Jatiluhur, Cirata, dan Saguling. Namun demikian, tak selalu kualitas air waduk itu memenuhi baku mutu air baku apalagi kalau melibatkan berbagai kepentingan: PLN, perikanan, pertanian, dan wisata. Interaksi beragam aktivitas dalam satu badan air itu dapat menimbulkan masalah air. PDAM misalnya, perlu air baku berkualitas standar, tak terlimbahi pakan ikan, limbah wisatawan, dan limbah pertanian. Semua limbah itu mengandung pencemar fosfat sehingga dianggap "musuh" oleh PDAM.
Selain sungai, badan air yang potensial dijadikan air baku bagi PDAM adalah waduk seperti Jatiluhur, Cirata, dan Saguling. Namun demikian, tak selalu kualitas air waduk itu memenuhi baku mutu air baku apalagi kalau melibatkan berbagai kepentingan: PLN, perikanan, pertanian, dan wisata. Interaksi beragam aktivitas dalam satu badan air itu dapat menimbulkan masalah air. PDAM misalnya, perlu air baku berkualitas standar, tak terlimbahi pakan ikan, limbah wisatawan, dan limbah pertanian. Semua limbah itu mengandung pencemar fosfat sehingga dianggap "musuh" oleh PDAM.
Faktanya, fosfat memang tidak seperti zat organik yang mudah disisihkan dengan teknologi konvensional. Senyawa yang dalam air berupa fosfat organik dan/atau fosfat anorganik (polifosfat dan ortofosfat) ini morfologinya bisa tersuspensi, bisa terlarut atau terikat dengan biomassa algae dan sel bakteri. Karakteristiknya ialah: (1) polifosfat: senyawa ini dapat dihidrolisis menjadi fosfat organik; (2) ortofosfat; (3) organik-P, banyak terkandung di dalam air limbah domestik, industri dan sludge biomassa.
Jenis Teknologi
Ada dua jenis teknologi yang diterapkan untuk menurunkan kadar fosfat, yaitu proses fisikokimia dan biologi (advanced treatment). Keduanya dapat digabungkan berupa proses bio-fisikokimia yang intinya adalah mengubah fosfat menjadi bentuk yang dapat dipresipitasi menggunakan senyawa kimia berupa aluminum (tawas dan sodium aluminat), besi (ferro klorida, ferri klorida, ferro sulfat, ferri sulfat), kapur dan polimer. Alum dan ferri klorida baik digunakan sebagai inti presipitator daripada kapur terutama jika digabungkan dengan polimer. Adapun presipitasi kalsium fosfat banyak terjadi pada siang hari ketika kadar CO2-nya turun, alkalinitas bikarbonatnya berkurang dan pH airnya meningkat karena ada fotosintesis algae.
Namun demikian, ada jenis algae yang dapat melakukan fiksasi C dan N langsung dari gas CO2 dan N2 di udara. Akibatnya, pertumbuhan algae tetap saja berlangsung jika dalam air masih ada sejumlah P walaupun C dan N sudah dihilangkan dengan proses pengolahan biologi. Untuk mengendalikan agar tidak terjadi algal bloom, maka senyawa P harus dijadikan faktor pembatas pertumbuhan algae. Disebut di atas, penyisihan P dapat dilakukan secara fisikokimia yaitu dengan mengendapkannya dalam bentuk aluminum fosfat, ferri fosfat atau hidroksil apatit. Proses ini cukup rumit dan mahal sehingga digunakan alternatif pengolahan biologi.
Berbeda dengan penyisihan zat organik di dalam pengolahan biologi konvensional (activated sludge, trickling filter) yang dapat mencapai 85 - 95%, penyisihan nutrien (nitrogen dan fosfat) hanya terbatas pada kebutuhan bakteri untuk pertumbuhannya. Sisa N yang tidak dimanfaatkan akan dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat sehingga harus diterapkan proses tambahan lagi berupa denitrifikasi. Perbandingan kebutuhan senyawa C, N dan P untuk pertumbuhan mikroba adalah 60 : 3 : 1. Dengan demikian, tampak jelas bahwa penyisihan N dan P dalam pengolahan biologi konvensional sangat kecil dibandingkan dengan C (C dinyatakan dalam BOD).
Prinsip bioproses tersebut memanfaatkan senyawa fosfat untuk sintesis sel. Fosfat dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya dan disimpan intraselular sebagai polifosfat. Penyisihan dilakukan oleh sekelompok mikroba aerob yang disebut Phosphorus Accumulating Organisms (PAO) seperti Acinetobacter, Aeromonas, Arthrobacter, E. coli, Klebsiella, Microthrix, Proteus, Pseudomonas dan Xantobacter. Pengayaan activated sludge dengan PAO di atas memerlukan siklus aerob dan anaerob dan sekarang telah dikembangkan sejumlah teori untuk menjelaskan fenomena bio-removal fosfat secara biologi. Yang paling dapat diterima adalah lingkungan anaerob menggunakan produk fermentasi seperti asetat dan melepaskan fosfat untuk memperoleh energi.
Sequencing Batch Reactor
Pada sistem pengolahan air limbah, reaktor adalah unit fisik yang di dalamnya terjadi transformasi zat. Dalam pengolahan biologi, reaktor adalah tangki yang mengandung biomassa penanggung jawab transformasi biokimia. Untuk mendapatkan reaksi biokimia yang berbeda, reaktor memerlukan berbagai input influen pengondisi biomassa seperti aerasi, pengadukan, pembubuhan zat kimia dll. Influen dapat dibubuhkan ke dalam reaktor secara ajek maupun sesaat. Reaktor yang alirannya ajek atau menerus disebut reaktor ajek (kontinu) dan yang lainnya disebut reaktor tadah (batch reactor).
Contoh aplikasi reaktor tadah (batch) pengolah air limbah yang kian luas diterapkan sekarang adalah SBR. Pada reaktor ini, lumpur aktif diendapkan setelah terjadi reaksi, efluennya dibuang dan selanjutnya influen baru air limbah dimasukkan. Periode antara kedua penambahan influen tersebut dinamai siklus dan berulang terus secara teratur. Pada sistem SBR ini, jumlah tangkinya bisa hanya satu tapi bisa juga banyak tangki pengolah dan masing-masing memiliki lima operasi dasar yaitu isi (fill), reaksi (react), endap (settle), buang (draw) dan siaga (idle).
Pada saat fill, influen air limbah dimasukkan ke dalam biomassa sehingga volume air di dalam tangki bertambah hingga taraf maksimum. Ada tiga cara fill yaitu static fill (tanpa pengadukan atau aerasi), mixed fill (pengadukan tanpa aerasi), dan aerated fill. Tahap fill dihentikan jika tangki sudah penuh. Reaksi biokimia yang dimulai pada saat fill akan selesai selama tahap react. Reaksi dibedakan menjadi dua, bergantung pada konsentrasi oksigen terlarut: (1) mixed react (konsentrasi oksigennya rendah atau kondisi anoxic /anaerobic) (2) aerated react (konsentrasi oksigennya tinggi). Pembuangan lumpur atau sludge selama react adalah cara yang sederhana untuk mengendalikan umur lumpur. Akhir dari fase reaksi ditentukan oleh waktu atau taraf air di dalam tangki.
Berikutnya adalah fase endap (settle). Selama fase ini terjadi pemisahan lumpur di dalam tangki dengan volume lebih dari 10 kali daripada klarifir konvensional yang digunakan di dalam activated sludge konvensional. Perlakuan ini menjamin lapis lumpur (sludge blanket) tetap tertinggal di dalam tangki pada saat fase buang (draw) dan tidak ikut meluap sebelum proses draw selesai. Kecuali itu, sludge juga dapat dibuang pada saat proses settle selain selama proses react. Lumpur yang dibuang pada akhir settle lebih pekat daripada selama react. Ancaman prosesnya bisanya adalah lumpur apung (rising sludge). Untuk meniadakan masalah lumpur apung ini, panjang waktu sesi draw sebaiknya jangan terlalu lama dan dapat digunakan pipa dengan bantuan pompa benam (submersible).
Setelah draw usai, tangki siap menerima masukan baru air limbah lagi. Pada beberapa modifikasi SBR, setelah tuntas tahap draw tersebut, tangki harus menunggu dulu. Jika prosesnya seperti ini maka periodenya disebut siaga (idle). Begitulah siklus prosesnya. Tampak bahwa SBR dapat berfungsi sebagai sistem lumpur aktif konvensional kontinu. Perbedaan utama antara kedua sistem tersebut adalah SBR dapat berfungsi sekaligus sebagai ekualisasi, aerasi dan sedimentasi. SBR sangat fleksibel sehingga dapat digunakan dalam skala lab maupun skala lapangan. Begitu pun, SBR mampu mengolah air limbah kaya fosfat yang sulit dilaksanakan dengan bioproses klasik konvensional. *
4 Comments:
pak sya bisa minta prinsip dasar sistem kerja SBR beserta gambarnya..soalnya saya butuh buat pengolahan limbah..oh ya sekalian mau nanyak untuk penanganan limbah nitrat bs jg ga pak pake SBR?
kalo bs, kirim k email saya pak..budi.santoso@orica.com
terima kasih sebelumnya pak atas bantuannya...
kind regards
Budi santoso
SBR system sangat sederhana seperti uraian di atas. Nitrat pun bisa diolah. Ini bergantung pada bakteri yang diternakkan, dengan proses nitrifikasi-denitrifikasi. Demikian.
Bagaimana efektifitas filter Carbon dalam penurunan kadar phospat ya Pak? Thanks
pak sya bisa minta prinsip dasar sistem kerja SBR beserta gambarnya..soalnya saya butuh buat pengolahan limbah yang kadar phospatnya tinggi
kalo bs, kirim ke email saya pak.."baguskurniawanaprianto@yahoo.com"
terima kasih sebelumnya pak atas bantuannya...
Post a Comment
<< Home